Jumat, 23 Mei 2014


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan sebagai salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia, pada intinya bertujuan untuk memanusiakan manusia, mendewasakan, merubah prilaku, serta meningkatkan kualitas menjadi lebih baik.
Oleh karena itu, pendidikan menjadi salah satu pilar dalam proses pembangunan sekaligus elemen yang sangat penting dalam struktur makro ekonomi maupun sosial politik suatu negara sebagaimana dikatakan oleh Hera Susanti (1995:111) bahwa:
Pembangunan di bidang pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Telah diakui bahwa pembangunan sumber daya manusia dalam suatu negara akan menentukan karakter dari pembangunan ekonomi dan sosial, karena manusia adalah pelaku aktif yang dapat mengakumulasikan modal, mengeksploitasi berbagai sumber daya serta menjalankan berbagai kegiatan ekonomi, sosial dan politik yang sangat penting bagi pembangunan sosial. Dengan demikian, peningkatan pendidikan suatu bangsa menjadi sangat penting artinya bagi pembangunan Negara tersebut.

Oval: 1Penyelenggaraan pendidikan pada kenyataannya tidak semudah yang dikatakan. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dinamis dan penuh tantangan yang akan selalu berubah seiring dengan perubahan jaman. Setiap saat pendidikan selalu menjadi fokus perhatian dan bahkan tak jarang menjadi sasaran ketidakpuasan. Itulah mengapa pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan kehidupan masyarakat.
Realitas peningkatan kualitas pendidikan khususnya di sekolah, masih menghadapi berbagai permasalahan, diantaranya adalah permasalahan ketenagaan khususnya guru seperti kurangnya jumlah guru, ketidaksesuaian latar belakang pendidikan, dan kompetensi guru.
Banyak faktor yang berkaitan dengan guru tentu menuntut perhatian berbagai pihak terutama adalah kinerjanya. Faktor ini sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar karena bagaimanapun bagusnya kurikulum atau bahan ajar bila gurunya kurang baik tentu tidak akan menghasilkan pendidikan yang optimal. Dengan demikian, idealnya setiap guru harus mempunyai kompetensi kependidikan yang memadai.
Proses pendidikan pada tingkat pelaksanaan pembelajaran perlu dilakukan secara aktif dan menyenangkan pada setiap diri peserta didik, yang pada akhirnya memberikan kesan yang positif bagi proses pendidikan selanjutnya. Namun tidak jarang proses pendidikan bukan menimbulkan kesan kenyamanan bagi peserta didik tetapi justru menimbulkan rasa bosan dan malas untuk belajar. Hal ini menjadi persoalan dikalangan para pendidik atau guru. Selama ini guru hanya menggunakan model  konvensional atau tradisional. Hal ini masih terlihat dengan guru menggunakannya metode ceramah sebagai alat penyampaian pembelajaran. Peserta didik hanya mendengarkan, mencontoh dan mengerjakan tugas dari gurunya.
Model pembelajaran merupkan faktor penting dalam proses pembelajaran, karena model pembelajaran merupakan cara atau strategi yang teratur dan terencana dalam proses belajar mengajar yang secara spesifik memiliki tujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran peserta didik yang lebih baik. Menurut Joyce dan Weil (Sagala, 2007:17) model adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum. Adapun menurut Arends         (Trianto, 2010:22) menyatakan: ‘the term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax, envirorment, and management system’ (model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaknya, lingkungannya, dan sistem pengolahannya).
Pemilihan model pembelajaran yang tepat perlu dilakukan supaya tujuan pembelajaran tidak terhambat serta hasilnya sangat maksimal. Peserta didik harus ikut aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain peserta didik tidak dijadikan sebagai gelas yang harus terus menerus dimasuki ilmu sesuai kehendak gurunya.
Berdasarkan pernyataan diatas pendidik atau guru dituntut bersikap lebih profesional di bidangnya, guru harus mampu bertindak dan memberikan pengajaran secara profesional. Salah satu cara untuk mengatasi persoalan yang menghambat proses pembelajaran adalah guru harus memilih model pembelajaran yang baik dan tepat.
Banyak model pembelajaran yang baik saat ini, tetapi salah satu model pembelajaran yang tepat bagi guru ialah model contextual teaching and learnig. Model tersebut merupakan konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan realitas atau situasi kehidupan nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Model contextual teaching and learnig merupkan model pembelajaran yang lebih memberdayakan peserta didik yang tidak mengharuskan peserta didik menghapal bahan pelajaran yang disampaikan gurunya tetapi model pembelajaran ini ialah sebagai strategi untuk mendorong peserta didik mengkonstruksikan pengetahuannya sesuai kemampuan yang dimilikinya. Sanjaya (2007:235) mengungkapkan bahwa :
Contextual teaching and learning merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Lebih lanjut Sanjaya (2007:235) juga menegaskan bahwa model contextual teaching and learnig  melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran  produktif, yakni :
1.      Konstruktivisme (Contruktivisme),
2.      Bertanya (Quisioning),
3.      Menemukan (Iquiri) ,
4.      Masyarakat belajar (Learning Community),
5.      Pemodelan (Modelling),
6.      Refleksi (Reflection) dan
7.      Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment).
Berdasarkan pendapat di atas jelas bahwa model pembelajaran contextual teaching and learnig selain memberikan kesempatan terhadap perserta didik untuk beraktualisasi langsung dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM), peserta didik dengan sendirinya akan melakukan terobosan dalam pembelajaran yang ditrsanformasikan oleh guru dengan realitas saat ini, yang dialami sehari-hari oleh peserta didik . Guru juga memberikan penyegaran terhadap peserta didik dalam kegiatan belajar-mengajar menjadi menyenangkan serta memberikan motivasi peserta didik untuk belajar lebih semangat.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami dengan jelas bahwa secara teortik kemampuan guru dalam memilih model pembelajaran bisa mewarnai suasana maupun proses pembelajaran menjadi lebih dinamis dan efektif sekaligus meningkatkan aktivitas belajar peserta didik, termasuk dalam pelajaran PAI. Dalam kerangka inilah, penulis merasa tertarik untuk melaksanakan penelitian mengenai Pengaruh penerapan model Pembelajaran contextual teaching and learning pada Mata Pelajaran PAI di Kelas VII SMP Pasundan Cilawu Garut sebagai tempat untuk melaksanakan penelitian.
Salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah adalah PAI merupakan mata pelajaran yang diharapkan mampu memberi input kepada para peserta didik agar memiliki pemahaman tentang nilai-nilai keagaman, cerdas terampil, dan berkepribadian yang baik. Maka, pantaslah PAI menjadi salah satu mata pelajaran yang urgen bagi para peserta didik.
Berdasarkan  hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SMP Pasundan Cilawu Garut kelas VII ditemukan data bahwa peserta didik hampir sebagian besar cenderung tidak begitu aktif dalam proses pembelajaran PAI dikelas, mereka hanya mengikuti dengan memperhatikan gurunya. Selain itu, guru lebih mengedapankan metode konvensional seperti ceramah, Tanya jawab, diskusi, Diskusi yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Sementara dalam model contextual teaching and learning menekankan terhadap peserta didik untuk lebih banyak terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran di kelas.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan menyusun skripsi yang berjudul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning terhadap Hasil Belajar Peserta Didik pada Mata pelajaran PAI di Kelas VII SMP Pasundan Cilawu Garut”.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1.      Bagaimana penerapan model pembelajaran contextual teaching and learning di Kelas VII SMP Pasundan Cilawu Garut?
2.      Bagaimana hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran PAI di Kelas VII SMP Pasundan Cilawu Garut?
3.      Bagaimana pengaruh penerapan model Contextual Teaching and Learning  terhadap hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran PAI di Kelas VII SMP Pasundan Cilawu Garut?
C.    Tujan Penelitian
1.      Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran contextual teaching and learning di kelas VII SMP Pasundan Cilawu Garut.
2.      Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran PAI di kelas VII SMP Pasundan Cilawu Garut.
3.      Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran contextual teaching and learning terhadap hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran PAI di kelas VII SMP Pasundan Cilawu Garut.
D.    Kegunaan Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan PAI dan meningkatkan pemahaman dan wawasan ilmiah khususnya yang berhubungan dengan model pembelajaran contextual teaching and learning.
Sedangkan secara praktis peneliti diharapkan berguna:
1.      Bagi peneliti,menambah wawasan dan pengetahuan  terutama yang berhubungan dengan peranan seorang guru terhadap medel pembelajaran pembentukan perilaku moral peserta didik di  SMP pasundan cilawu garut.
2.      Bagi Peserta didik, memberi masukan tentang kesadaran banyak terlibat contextual teaching and learning dalam setiap pembelajaran apapun, serta memberikan pemahaman secara nyata bahwa Peserta didik tidak hanya di bekali dengan pengetahuan-pengetahuan secara teoritis dan mereka dibina agar memiliki sikap perilaku moral yang lebih baik dengan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
E.     Kerangka Pemikiran
Model pembelajaran contextual teahing and learning adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara penuh dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong pesera didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. (Sanjaya 2006:253). 
Contextual teaching and learning merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu peserta didik untuk memahami materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konsteks kehidupan mereka sehari-hari  (konteks pribadi, sosial dan kultural) sehingga mereka memiliki pengetahuan/keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkontruksi sendiri secara aktif pemahamannya. Contextual teaching and learning disebut pendekatan contextual karena konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga ( Bandono, 2008: 1).
Model pembelajaran contextual memilih beberapa komponen yaitu:

1.      Konstruktivisme, konsep yang menuntut peserta didik untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan yang dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak peserta didik mendapatkan sendiri atau mengingat pengetahuan.
2.      Tanya jawab, dalam konsep ini kegiatan Tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh peserta didik. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir seacara kritis dan mengevaluasi cara berfikir peserta didik, seakan pertanyaan peserta didik merupakan wujud keingin tahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara peserta didik dengan peserta didik ,guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, atau peserta didik dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
3.      Inkuiri, merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Sisklus inkuiri meliputi; observasi, Tanya jawab, hipotesis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.
4.      Komunitas belajar, adalah kelompok belajar sebagai wadah komunikasi untuk berbagai pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam pembentukan kelompok kecil atau besar serta mendatangkan ahli kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas diatasnya, bekerja dengan masyarakat.
5.      Pemodelan, dalam konsep ini kegiatan mendemonstrasikan suatu kinerja agar peserta didik dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. guru memberi modal how to learn (cara belajar) model dapat diambil dari peserta didik berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
6.      Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan pengalaman, yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun relisasinya adalah : pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari ini, catatan dan jurnal dibuku peserta didik, kesan dan saran peserta didik mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karyanya.
7.      Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menujukan kemampuan (pengetahuan, keterampilan sikap) peserta didik secara nyata. Penekanan  penilaian otentik adalah pada: pembelajaran seharusnya membantu peserta didik agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi diakhir periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik.
Pengaruh model pembelajaran contextual teaching and learning pada mata pelajaran PAI di kelas VII SMP Pasundan Cilawu Garut, maka masalah tersebut melibatkan dua variabel. Untuk lebih jelasnya, dilihat pada bagan di bawah ini :


















Gambar I
KERANGKA BERPIKIR

 






















F.     Hipotesis
Hipotesis merupakan kesimpulan atau jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti dan harus dibuktikan melalui kegiatan penelitian.
Menurut Sudjana (1988:213), “hipotesis merupakan sesuatu yang dibuat untuk menjelaskan hal itu supaya menuntun atau mengarahkan penelitian selanjutnya”.
Di lihat dari pernyataan di atas,maka penulis mengajukan hipotesis utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Secara statistik hipotesis ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ha : r x  y # 0 :
Berpengaruh, secara signifikan antara hasil belajar peserta didik dengan model pembelajaran contextual teaching and learning di kelas VII SMP Pasundan Cilawu
Ho : r x y = 0 :
Tidak berpengaruh secara signifikan antara hasil belajar peserta didik dengan model pembelajaran contextual teaching and learning di kelas VII SMP Pasundan Cilawu